Adirekso.my.id – JAKARTA – Kementerian Keuangan ( Kemenkeu ) menyatakan, bahwa penghitungan utang pemerintah tiada identik dengan membagi rata total utang dengan jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Hal itu tidak ada dikenal di kaidah perhitungan utang secara internasional.
“Jadi, pada pengelolaan keuangan negara, tidaklah dikenal utang dibagi per kepala,” kata Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Biaya dan juga Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Deni Ridwan, Hari Jumat (29/12/2023).
Ia menjelaskan, perhitungan yang digunakan lazim adalah perbandingan utang dengan Gross Domestic Product (GDP). Hal itu sebagai ilustrasi dari ukuran sektor ekonomi suatu negara, sekaligus kemampuan pemerintah menghimpun pajak.
Per 30 November 2023, utang pemerintah Indonesia sebesar Rp8.041,01 triliun, atau setara 38,11% dari GDP. Tempat utang itu masih di dalam bawah ambang batas yang tersebut diperbolehkan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen.
” Rasio utang terhadap GDP cenderung turun bila jika dibandingkan dengan dengan tahun lalu, dimana pada akhir tahun 2022 sebesar 39,70 persen dari GDP,” jelas Deni.
Lalu bila dibandingkan dengan negara lain, utang Indonesia juga tergolong tambahan rendah, seperti, Negara Malaysia 60,4%, Filipina 60,9%, Thailand 60,96%, Argentina 85%, Brazil 72,87%, dan juga Afrika Selatan 67,4%.
“Karena itu, kondisi utang Indonesia dipastikan masih aman, kemudian dikelola dengan hati-hati,” terangnya.
Deni menjelaskan, dari total utang pemerintah di dalam menghadapi (Rp8.041,01 Triliun) sebanyak 88,61% (atau Rp7.124,98 triliun) bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN), lalu 11,39% (atau Rp916,03 triliun) dari pinjaman.